Senin, 07 Mei 2012

I'm 16 and I'm pregnant | Woogyu ver

FF Yaoi Oneshoot | I'm 16 and I'm pregnant | Woogyu ver
oleh Yaoi Fanfiction pada 30 Maret 2012 pukul 14:19 ·
title: I'm 16 and I'm pregnant
author: @Lyeolate aka istrinya @seongyeol1991
main cast: WOOGYU COUPLE
other cast: umma |+ appa + sungjong
genre: mpreg
rated: gak nc nc bangettt.. lagi ga bisa bikin nc T.T


heppeh redenggg ~~~ hehee






“SSST….” Aku mendengar suara mendesis kearahku. Aku segera
menoleh kebelakang dan aku melihat seikat bunga mawar kuning sudah ada
dihadapanku. Aku segera menyingkirkan bunga itu untuk mengetahui siapa yang
memegang seikat bunga mawar kuning itu.


“hei! Ini untukmu!” sesosok namja berambut hitam, mengenakan
seragam sekolah yang berbeda denganku tersenyum dengan sangat manis lalu ia
segera melempar seikat bunga mawar kuning itu kearahku dan kemudian ia melesat
pergi dengan sepeda fixie-nya.


“he. Hei! Siapa kau!” aku segera memanggilnya, tapi sayang
sekali ia sudah melaju kencang. Aku mengatupkan bibirku dan melihat heran
kearah seikat mawar kuning itu.

“mawar kuning? Apa maksudnya?” tanyaku bingung.


Begitu sampai dirumah, aku sudah melihat makan siang sudah
terhidang rapi diatas meja. Aku mencium bau gelagat ummaku yang akhir-akhir ini
menjadi sedikit centil semenjak kami baru pindah ke seoul.


“apa akan ada yang datang, umma? Kenapa menu makan siangnya
special sekali?” tanyaku heran.


“ahh Sunggyu! kau sudah pulang? Kenapa cepat sekali?
Bukannya kau harus pulang jam 7 malam?” ummaku tampak heran melihatku pulang
lebih awal.


“umma lupa? Aku sedang ujian tengah semester..” kataku
mengingatkan.


“ahahaha.. ne.. ne.. umma sekarang sudah ingat.. yah kalau
begitu terpaksa kau juga harus tahu” kata Umma dengan gaya bicaranya yang
manja. Aku gemas melihat ummaku yang masih ada jiwa muda diusianya yang sudah
berkepala empat. Aku mencubit pelan pipi umma dan mengecup pipinya lembut.


“saranghaeyo, umma..” bisikku dan aku segera pergi
kekamarku.


“tu, tunggu dulu! Kau bisa bantu ummamu yang cantik ini?”
Tanya ummaku narsis. Aku memutar bola mataku mendengar kata ‘cantik’ yang ia
sisipkan disela-sela perkataannya.

“apa saja umma..”                                            


“tolong antarkan kue kreasi umma mu yang pintar ini ke
keluarga NAM ^^” pinta Umma. Aku tersenyum dan segera meraih keranjang yang
berisi kue hasil kreasi dari umma ku yang pintar ini.


“rumah keluarga NAM dimana?” tanyaku sembari balik lagi ke
dapur. Umma menepuk jidatnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.


“tepat didepan rumah kita.. masa kau tidak lihat tulisan
marga di depan gerbang rumah itu?”


“mian.. aku tidak terlalu memperhatikan nama keluarga di
depan rumah kita, hehe” ungkapku polos.


“yasudah.. kau cepat pergilah, keburu kue nya tidak hangat
lagi!” usir ibuku, aku segera melangkahkan kakiku dan melesat ke depan rumah.


Aku berhenti didepan rumah yang terdapat tulisan nama
keluarga NAM. Rumah ini lumayan luas dan megah, aku bisa mencium wangi
pengharum ruangan dari sela-sela jendela yang terbuka sedikit lebar. Mereka
punya taman yang tidak terlalu terurus, ada cukup banyak bunga-bunga yang layu
juga tumbuhan liar menjalar di pohon ceri mereka. Aku sedikit kagum dengan
bentuk proposional rumah yang bercat abu ini. Aku menekan bel rumah sembari
melemparkan pandanganku mengamati isi pekarangan rumah ini. Aku sedikit
terkejut begitu melihat ada tanaman mawar kuning.

“ahh.. mawar kuning?”

Cklekk!


Seketika pintu rumah itu terbuka disaat aku sedang terkejut
karena baru saja melihat mawar kuning.


“eh?? Kau??” aku tambah terkejut begitu melihat namja yang
membukakan pintu adalah namja yang sama dengan namja yang memberikanku mawar
kuning. Namja itu sedikit tersipu malu.

“ahh.. akhirnya ketahuan” ungkapnya sedikit malu.

“ke, ketahuan?? Apa maksudmu?” tanyaku bingung.


“hehe.. lupakan.. oh iya, kau mau apa kesini?” tanyanya
balik sambil tersenyum.


“ini.. kami baru pindahan dari Cheondong lima hari yang
lalu. Ummaku membuatkan kue ini untuk keluarga Nam” jawabku yang masih
menyimpan rasa penasaran pada namja ini.


“ummamu baik sekali.. terima kasih” kata namja itu sambil
berlalu. Ia hendak menutup pintu rumahnya tapi dengan cekatan aku menahan pintu
rumahnya.


“hei! Kau tidak sopan sekali!” kataku sedikit tidak terima
karena dia tidak menghargai tamu yang datang kerumahnya. Bayangkan saja tamu
tidak dipersilahkan masuk kedalam rumah?? Menyebalkan!


“memangnya kau mau apa lagi, hehe..” tanyanya sambil
cekikikan.


“aku mau Tanya! Kenapa kau memberikanku mawar kuning?” aku
sedikit membentak padanya, karena dia seperti berusaha meledekku.


“karena aku tidak punya mawar merah.. hehe” sahutnya singkat
sambil tertawa kecil lagi.


“kau tahu? Mawar kuning itu simbol hadiah untuk seorang
nenek yang sedang sakit parah! Sedangkan aku masih 16 tahun dan aku sedang
tidak sakit! Kalau kau tahu arti dari memberi seikat mawar kuning itu artinya
kau menghinaku!” tekas ku sambil berlalu dan segera pergi dari hadapan namja
yang suka cengengesan itu.


“ehh!! Tunggu! Jangan marah! Bukan itu maksudku!” teriak
namja itu. Aku tidak acuh dengan teriakannya dan aku tetap pergi dari rumah
namja itu!


Esoknya, seperti biasa aku pulang lebih awal karena sedang
ujian tengah semester. Pindah sekolah di bulan musim ujian sangat merepotkan
dan itu membuatku susah untuk bergaul. Jadi, sampai saat ini aku masih sendiri
belum punya teman dekat untuk bisa diajak pulang bersama.


Saat mau memutari blok. Aku melewati taman kota yang
dilengkapi dengan danau mati alias bendungan. Saat itu taman sedang sangat sepi
dan aku hanya melihat diriku dengan bayanganku saja yang berada di taman kota
itu.


“hei namja cantik!” tiba-tiba terdengar suara namja yang aku
kenal. Aku menoleh kebelakang dan melihat namja yang tinggal di rumah keluarga
NAM itu.


“aish! Kau!” umpatku kesal. Namja itu mengendarai sepeda fixinya
mendekat kearahku. Aku sedikit risih dan berusaha menghindar darinya.


“hei.. kau marah padaku gara-gara mawar kuning?” Tanya namja
itu menunjukkan wajah sedihnya.


“apa sih.. sok kenal!” kataku risih berusaha mempercepat
langkahku.


“sok kenal? Makanya kemarin jangan langsung pulang, padahal
aku ingin kenalan dulu.. huu” ledek namja itu yang masih mengendarai fixinya
menyimbangi jalanku.


“siapa suruh pintunya langsung ditutup?!” kataku sedikit
sewot.


“wah.. kau marah juga gara-gara pintu itu? Jeongmal mianhae!!”
seru namja itu manis.


“lihat.. aku bawa sesuatu untukmu..” namja itu membuka kain
yang menutup sesuatu dibelakangnya. Dan ternyata itu adalah mawar merah. Dengan
sumringah ia memberikan mawar merah itu dengan penuh percaya diri padaku.

“mwo??”


“kau bilang mawar kuning untuk nenek-nenek yang sedang sakit
parah, kan? Sekarang aku berikan mawar merah.. simbol hadiah untuk seseorang
yang sangat dicintai meski baru kenalan” ungkapnya tersenyum. Ia menghentikan
fixinya karena aku juga sedang terpaku diam mencerna kata-katanya.


“seseorang yang dicintai meski baru kenalan?” tanyaku
memastikan kata-katanya. Ia mengangguk.


“ne.. aku tahu kau semenjak kau pindah ke depan rumah ku..
apa kau lupa kalau appaku membantu kalian membereskan barang-barang?” katanya
berusaha membuka memoriku. Aku tertegun mengingat-ingat orang-orang yang
membantuku pindahan.


“ahh.. jadi laki-laki paruh baya yang mengenakan kaos coklat
itu adalah appamu? Tapi kau tidak ada disana” ujarku yang sudah mulai ingat.


“waktu itu aku sedang mengalami patah tulang ditangan, jadi
aku tidak ikut membantumu.. hehe, aku cuman mengamatimu yang sedang mengangkat
barang-barang yang berat dari beranda.. sungguh ekspresi wajahmu lucu sekali!
Haha” katanya bahagia. Aku mengatupkan bibirku mendengar ucapannya.


“teruslah begitu aku menyukainya.. hei, butuh tumpangan
untuk pulang?” tawar namja itu padaku. Aku segera naik sepeda itu tanpa
basa-basi. Jujur aku capek sekali jalan dari tadi.. haha


Namja itu mengayuh kuat sepeda fixie nya karena kali ini ia
membawa beban lebih yaitu aku. Aku melingkarkan tanganku dipinggangnya. Tanpa
sadar, namja itu memegangi tanganku yang sedang melingkar dipinggangnya.

“hei.. siapa namamu?”

“Woohyun.. Nam Woohyun..”




Setelah selesai melewati ujian tengah semester ini, aku memutuskan
untuk melakukan hubungan yang lebih jauh dengan Woohyun. Dua bulan menjadi
pacarnya membuatku tahu sedikit demi sedikit tentang latar belakangnya. Ia
banyak cerita soal appanya yang jarang berkomunikasi dengannya juga dengan
adiknya. Ia bahkan tidak pernah menceritakan tentang dirinya kepada appanya
karena appa nya yang begitu sibuk dengan pekerjaannya. Itulah mengapa ia
bergaul ditempat clubbing, dan juga lingkungan geng.  Woohyun menjadi tidak dekat dengan ayahnya
semenjak umma Woohyun meninggal saat melahirkan adiknya. Dan Alasan mengapa ia
memakai sepeda fixie adalah karena ia menjual mobil Porsche nya untuk kabur
dari rumah. Kabur dari rumah sering Woohyun lakukan lantaran kemauan appanya
sangat bertolak belakang dengan Woohyun. Woohyun merasa tidak dianggap sebagai
anak karena appanya yang menuntut berat untuk meneruskan perusahaan mereka.
Tapi kali ini Woohyun tidak mau lagi kabur dari rumah, ia bilang ia tidak akan
meninggalkan AKU atupun adikknya yang masih duduk di sekolah dasar.


“Umma akan menikah?” tanyaku sedikit terperanjat. Umma
mengangguk sambil meneguk lembut teh hijau kesukaannya.

“ne.. kau pasti rindu punya appa..” jawab umma.


“haha.. tentu saja! Aku ingin melihat umma bahagia seperti
dulu lagi… lebih menjaga penampilan.. hehe” kataku sedikit terkekeh. Umma
mengerti maksud dari perkataanku.


“umma memakai baju sexy ini untuk memancarkan kharisma umma
lagi tahu! Umma tidak mau hidup melajang sampai mati.. umma sedang berusaha
keras menarik namja yang mapan untuk dijadikan sebagai appamu!” ketusnya
sedikit berkecil hati. Aku merasa bersalah menilainya tadi.


“mianhae.. umma.. aku sangat mendukung niat umma untuk
menikah.. hehe.. kalau begitu segeralah menikah!”


“hmm… Sunggyu sayang, apa kau mau tahu siapa calon
appamu..hmm?” tanyanya dengan nada genitnya. Aku mendekatkan wajahku kewajah
ummaku, seakan-akan calon appaku adalah rahasia besar jika terungkap sekarang.

“ne.. ne..” jawabku penuh semangat.

“namanya Hwarang…” bisik ummaku

“ah..Hwarang?? Apa nama marganya?” tanyaku penuh paksa.

“Nam.. Nam Hwarang”



JDEERR



“Nam? “


“YA.. dia adalah Nam Hwarang yang rumahnya tepat didepan
rumah kita”


Aku seolah-olah merasa tubuhku dihempaskan ke batu karang
oleh ribuan gelombang tsunami. Lututku lemas, bibirku kelu, dan mataku
berbinar. Beberapa kali mataku berkedip tak karuan. Aku menundukkan kepalaku
untuk menyembunyikan ekspresi malapetaka ini dari ummaku yang sangat aku
sayangi.


Aku bisa saja segera berteriak kepada ummaku untuk
membatalkan pernikahan ini. Tapi, dia adalah ummaku yang merindukan hidup
berdampingan dengan pasangan hidupnya. Aku tidak bisa menahan kemaunya untuk
menikah lagi! Punya hak apa aku? Aku bingung! Namja yang akan umma nikahi
adalah appa dari pacarku sendiri, NAM WOOHYUN.


Hari-H sudah tiba. Aku harus menghapus nama marga KIM-ku
karena 10 menit lagi aku akan menjadi adik WOOHYUN.

“NAM SUNGGYU? Terdengar gila..” batinku memberontak.


“Jung Miram.. apakah kau menerima Nam Hwarang menjadi
pendamping hidupmu sampai akhir hayatmu..”




Suara pendeta di pernikahan membuatku gila! Aku muak dan
ingin keluar dari pernikahan ini. Yang paling menyakitkan adalah wajah Woohyun
yang sudah sangat pucat dan juga enggan menegakkan kepalanya dari tadi.


“aku ingin selamanya namaku menjadi KIM SUNGGYU.. bukan NAM
SUNGGYU”


Keadaan begitu kacau, kami makan diam-diaman di meja makan
yang muat dengan enam orang itu. Ummaku masih canggung dan begitujuga aku dan
WOOHYUN. Adik Woohyun tampak santai menyantap hidangannya.


“Sunggyu.. mulai sekarang terbiasalah dengan marga NAM.
Sekarang namamu sudah resmi menjadi NAM SUNGGYU” ujar appa Woohyun. Aku hanya
mengangguk lemah mendengar perkataannya.


“Nam Sunggyu tolong ambilkan tissue disebelahmu” pinta
ummaku yang sedang membiasakan dirinya dengan nama margaku yang baru. Aku
merasa tidak enak dengan nama marga itu. Woohyun yang dari tadi diam segera
bangkit dari duduknya dan mendorong keras mangkuk nasinya hingga terdengar
suara berisik.


“Nam Woohyun! Apa-apaan kau!” bentak appa yang terlihat
geram dengan tingkah Woohyun. Woohyun cuek dan segera pergi kekamarnya.


“Jung Miram.. Nam Sunggyu.. maafkan ulah Woohyun.. dia
memang selalu begitu” kata appa berusaha membuat kami maklum.


“tidak apa-apa.. dan.. aku mohon panggil kami dengan
sewajarnya, jadi terdengar agak canggung saat nama kami dipanggil selengkap
itu.. hehe” kata ummaku yang masih tersipu sejak pernikahan tadi. Appa
mengangguk dan tersenyum. Malam ini kami hanya makan berempat tanpa Woohyun.


Hidup serumah dengan Woohyun, yang seharusnya adalah pacarku
kini malah menjadi kakakku.. membuatku tidak betah sama sekali. Kami tidak
pernah bertegur sapa, berkomunikasi, ataupun mengucapkan sepatah dua patah. Aku
tidak tahan tiap kali didekatnya, aku ingin sekali memeluknya sebagai kekasih
bukan sebagai adiknya.


Suatu hari, disaat rumah sedang sangat sepi karena appa dan
umma pergi untuk bekerja dan juga adik Woohyun, yaitu Sungjong sedang main ke
rumah temannya. Hanya ada aku seorang diri yang sedang menonton televisi dengan
bosan. Tiba-tiba terdengar suara pintu di rumah. Aku segera memeriksa ke depan
untuk melihat siapa yang dating.


“ah.. Woohyun-hyung” ujarku canggung begitu melihat Woohyun
yang datang. Wajahnya terlihat pucat. Ia pasti lelah sekali karena ia habis
latihan tennis. Woohyun kali ini berani menatapku, ia menunjukkan dahinya yang
memar seperti terkena lemparan bola tennis.


“wae? Dahimu memar..” aku yang kahwatir segera meraba
dahinya yang sudah membiru pucat tanpa memperdulikan status kami.


“appo! Aish!” rintihnya sambil menepis tanganku. Aku segera
mengambil jarak darinya, ia sedang sensi sekali.


“ambilkan aku daging sapi mentah dikulkas.. aku ingin
menekan luka memar ini dengan daging” ujar Woohyun sembari pergi ke kamarnya.
Aku segera mengmbil daging sapi mentah sesuai permintaannya dan pergi
kekamarnya.


“ini dagingnya..” kataku sambil menaruh daging sapi itu di
dahi Woohyun yang sudah terlentang tak berdaya diatas kasurnya. Tiba-tiba
Woohyun memegang tanganku yang sedang menekan dahinya dengan daging sapi.


“bogoshippo..” guman Woohyun. Hatiku terenyuh begitu melihat
air matanya mengalir perlahan membasahi 
pipi hingga lehernya yang mulus. Aku menahan emosiku begitu melihat
Woohyun yang menangis semakin menjadi.


“relakan saja Woohyun-hyung.. relakan aku menjadi adikmu..
jangan kecewakan appamu” kataku berusaha menenangkannya. Woohyun merampas
daging sapi dari dahinya dan melemparnya ke arah pintu. Ia bangkit dari tidurnya
dan air wajahnya berubah menjadi sangat mengerikan.


“kau tahu? Aku sangat mencintaimu! Aku menahan perasaanku
selama ini! Tapi dengan mudahnya kau bilang relakan saja?? Kau membela appaku
yang tidak pernah mau mendengar apa kemauanku? Hah??” ia berteriak kearahku.
Aku seolah-olah mati dihadapannya. Suaranya membuat bulu kudukku merinding.


“Woohyun-hyung! Ini sudah terjadi! Kau mau apa?? Membawaku
kabur bersamamu? Lalu kita menikah??” aku berteriak balik kepadanya. Woohyun
membelalakan matanya.


“ya! Kalau hanya itu yang bisa aku lakukan pasti akan aku
lakukan! Dan ingat! Jangan panggil aku dengan embel-embel ‘hyung’! aku ini
bukan kakakmu!” bentak Woohyun. Aku kesal melihat sikapnya yang kekanak-kanakan
begini. Aku tidak tahu perkataannya main-main apa tidak tapi aku kurang setuju
kalau dia mau melanggar kodrat.


“aku tidak mau!” aku segera pergi keluar dari kamarnya. Tapi
Woohyun cepat-cepat mengunci pintunya dan menahanku.


“jangan pergi Sunggyu.. huhuhuhuhuhu.. apa kau tahu aku
tidak berdaya tanpamu..” mohon Woohyun. Aku berusaha memberontak dan
mendorongnya. Tapi lagi-lagi Woohyun menahanku. Ia membawaku dengan paksa dan
mendorong tubuhku dengan keras ke tembok.


“kyaaa!!” aku berteriak ke Woohyun yang berkali-kali
membenturkan tubuhku ke tembok. Woohyun tidak peduli, kini ia membawaku ke meja
belajarnya dan membungkukan tubuhku diatas meja. Aku menangis karena ia
berusaha membuka celana panjangku.

“Woohyun.. apa yang akan kau lakukan?”


“kau milikku.. kau harus jadi milikku” Woohyun menggeser
lembut kaosku dan ia perlahan-lahan membuka kaos ku. Aku pasrah diperlakukan
begini. Woohyun buru-buru membuka resleting celananya dan kemudian ia membenarkan
posisi ‘hole’ ku.

“Sunggyu.. saranghae..”


“AHHHHHKKKH~~~” aku mengerang keras begitu merasa ada suatu
benda yang masuk dengan paksa ke ‘hole’ ku. Aku meremas kertas disampingku dan
menahan rasa sakit ini. Woohyun tampak tenang melakukan ini, ia terus
menggoyangkan pinggulnya bagai ombak untuk terus mendorong juniornya masuk
kedalam holeku.


“ahhhhh..ahhh” eranganWoohyun yang sexy membuatku
terangsang. Ia melebarkan selangkanganku agar juniornya bisa lebih masuk
kedalam. Woohyun tertawa kecil dan mulai mengecup pelan punggungku. Aku menoleh
kan kepalaku dan berusaha melihat Woohyun yang asyik ‘bermain’ dibelakangku.


Woohyun tidak lupa untuk mencium bibirku juga. Ia melumat
sela-sela bibirku dan menghisap kasar bibir bawahku. Aku seperti mimpi
melakukan hal ini dengan orang yang seharusnya sudah menjadi kakakku.


“Hyung! Apa yang kau lakukan?” tiba-tiba SUngjong masuk
kedalam dan melihat aksi kami. Kami begitu panic dan segera memakai baju kami.


“Sungjong! Pergilah!” usir Woohyun kesal melihat Sungjong
dating.

“kalian sedang apa??”

“kami.. eh.. main kuda-kudaan.. hhehe” sahutku beralasan.

“kuda-kudaan?? Aku mau!! Ayolahh!! Boleh kan?”


“tidak.. tidak boleh! Kau masih kecil! Sudah sana main
saja!” usir Woohyun sambil mendorong paksa adiknya keluar dari kamar. Woohyun
menatapku dengan malu begitu juga aku.


“rahasia kan ini..” guman Woohyun pelan kemudian ia berlalu.
Aku sedikit terkejut mendengarnya, ia memintaku untuk merahasiakan ini..
haruskah?




beberapa bulan kmudian...


“kenapa kau tega menghamilinya??!!??” terdengar suara
nyaring dari ruang tengah yang membuat seisi rumah tegang. Aku yang daritadi
sembunyi di balik dinding dapur hanya bisa bungkam tidak berani menghampiri
appaku yang sudah tampak geram. Aku sesekali mengintip apa yang terjadi. Rumah
sudah sangat berantakan, perabotan Chinese ware sudah pecah terbelah dan
berserakan mengotori lantai. Banyak tetesan darah dimana-mana.  Ini terjadi semenjak Sungjong menceritakan
tentang aku dan Woohyun sedang berhubungan intim didalam kamar pada Umma dan
appaku. Sungjong terlalu polos untuk menceritakan hal ini.


Aku mengusap air mata dan keringatku yang terus mengucur
semenjak insiden ini terjadi tadi pagi. Aku tidak tega melihat wajah
Woohyun-hyung penuh dengan darah di keningnya ulah benturan yang appa berikan.
Dia adalah kakak yang sangat aku sayangi dan aku tidak menyesal ia
menghamiliku. Lagipula.. dulu dia bukan kakakku.


“dia adikkmu!” Appa melempar guci bermotif naga kea rah
Woohyun-hyung lagi. Woohyun-hyung tampak menahan rasa sakit karena ini sudah ke
sekian puluh kalinya ia dipukuli oleh appa.


“… bisakah kau berhenti memukulku? Melempariku? Atau
berusaha membunuhku? Kenapa kau tidak mau mendengarkan penjelasanku?!”
Woohyun-hyung mulai membuka mulutnya yang semenjak tadi enggan untuk bicara.
Appa tampak tidak acuh dengan perkataan Woohyun-hyung.


“untuk apa kau jelaskan! Sudah sangat jelas Adikmu, SUNGGYU
hamil karena kau! Apa kau tidak waras??”


“dia dulu bukan adikku! Sampai saat ini aku juga tidak
menganggapnya sebagai adikku! Kami beda darah! Kau saja yang tidak pernah
peduli akan hal itu!” teriak Woohyun-hyung lantang.


Aku menangis sejadi-jadinya. Hatiku begitu sakit saat
mendengar pernyataan Woohyun. Ya, sampai saat ini meskipun kami sudah menjadi
kakak-adik tapi darah kami tetap beda. Itulah mengapa aku tidak menyesali
kehamilan ini.


“Woohyun..” terdengar rintihan ummaku yang masih memeluk
adikku, Sungjong di tangga. Ia sudah tidak kuat melihat anak TIRI-nya babak
belur ulah appa kandungnya sendiri.


“aku dan Sunggyu dulu saling menyukai sebelum pernikahan
sialan ini terjadi! Kami adalah sepasang kekasih!” ungkap Woohyun-hyung.


“kenapa kau tidak cerita? Hah! Kenapa kau tidak cerita?”
Tanya Appa geram.


“kau terlalu asyik dengan dunia mu sendiri! Kau pikir aku
dan Sungjong bahagia punya Appa secuek dirimu? Mana mau kau mendengar sepatah
cerita dariku??”


Appa tampak diam mendengar ucapan anak sulungnya itu.
Terdengar suara Appa menjatuhkan diri diatas sofa dan kemudian ia memijat kasar
keningnya. Matanya tampak berkaca-kaca, ia sudah terlalu lelah karena sudah
memukuli  anak sulungnya semenjak pagi
tadi.


Woohyun-hyung menghapus bercak darah di keningnya dan juga
dagunya. Ia menatap tajam mata appanya dan kemudian ia pergi menuju pintu
rumah.

“mau kemana.. Woohyun..?” Tanya umma cemas.


“bukan urusanmu..” jawab Woohyun-hyung singkat dan kemudian
ia membanting pintu sekeras mungkin hingga membuatku sedikit tersentak.


Aku keluar dari tempat persembunyianku dan melihat appa
sedang menangs kencang diatas sofa. Umma tidak bisa melakukan apa-apa karena ia
juga masih shock. Aku terdiam dan menatapi mereka berdua bergantian. Mungkin,
berbicara bukan ide yang bagus sekarang. Keadaan sedang sangat kacau.


“Sunggyu.. apa kau mencintai Woohyun?” Tanya Appa-ku
tiba-tiba.

“ne..” jawabku lirih


“apa kalian benar-benar sepasang kekasih… sebelum
pernikahanku dengan ibumu?” Tanyanya lagi. Aku mengangguk lemah.

“bahkan ia sudah berjanji menikahiku..”


Appa terdiam. Terlihat jelas air mata jatuh dari pelupuk
matanya.


“aku ayah yang jahat.. aku jahat karena tidak dekat dengan
anak-anakku.. aku hanya butuh waktu semenjak ibu Woohyun meninggal.. huhuhuhu..
mianhae Woohyun.. hu..hu…hu..… kembalilah jangan kabur lagi…. Appa mu ini
kesepian.. jika kau terus ada dirumah mungkin appamu ini tidak akan menikah
lagi.. hu..hu..hu..” tangis appa dalam pelukan ummaku yang sudah sedari tadi
menghampiri appa. Aku ikut terisak mendengar pernyataan Appa. Umma melihat
kearahku sambil melinangkan air matanya dimatanya yang indah.


“Sunggyu.. terima kasih untuk terus mengalah padaku,
sekarang giliran umma yang mengalah..” ujar ibu penuh isak.


“kami akan membiarkanmu hidup bersama dengan Woohyun.. kami
tidak keberatan..” ungkap umma dengan berat hati. Aku terperanjat mendengar
ucapan umma.

“umma.. maksudmu..”


“ne… umma tidak mau punya cucu yang tanpa ayah. Kau masih
sangat belia untuk merasakan hidup sendiri tanpa seorang suami. Kau tidak boleh
seperti umma mu..” ujar Umma mengelus pelan pipiku yang duduk disebelah appa.
Aku mengangguk mengerti.


“hmmphh!! Hmmphh!!” tiba-tiba Appa kejang, ia meremas
dadanya sambil mengeluarkan suara aneh dari mulutnya.

“yeobo! Kau kenapa?” panik umma.


“terserang penyakit jantung! Appa punya penyakit jantung!”
tekas Sungjong tiba-tiba.


“ba.. bagaimana ini?? Sunggyu cepat panggil ambulans!”
perintah Umma. Aku segera melesit meraih telepon tetapi tampaknya terlambat.
Appa berhenti mengejang dengan mata beliau masih terbuka. Tubuhnya kaku dan
genggaman tanggannya terasa sangat dingin bagai es. Kami semua menjerit
histeris mengetahui kenyataan kalau appa sudah tiada.. secepat ini.. setelah
Woohyun pergi dari rumah.






Jasad appa sudah tertidur rapih didalam peti mati. Sebentar
lagi proses kremasi akan dilakukan. Rencananya abu beliau akan disebar di laut
dekat kota kelahirannya. Kami yang diwarnai penuh duka masih belum melihat
Woohyun datang. Pesan sudah kukirim berkali-kali kepadanya, tapi ia tidak
membalas satupun pesan dariku. Kemana ia? Seharusnya ia datang, ini adalah
pertemuannya yang terkakhir dengan appanya.


“Woohyun-hyung!” Sungjong berteriak begitu melihat Woohyun
sedang berdiri didekat gerbang. Ia tampak ragu-ragu untuk masuk. Kemudian ia
terlihat sedang mengatur nafas dan masuk kedalam ruangan.


Woohyun berjalan menuju peti mati, menatap appanya untuk
terakhir kali. Aku melihat butiran-butiran air mata melinang dipelupuk matanya.
Ia sedih sekali.


“appa.. terima kasih.. terima kasih untuk memarahiku
kemarin.. sekarang yang kudapat adalah penyesalan dan juga .. aku sadar kalau
aku sangat menyesal.. seharusnya aku sadar aku sangat menyayangimu.. maafkan
aku.. aku sudah berkesan buruk padamu.. tapi detik ini juga aku tetap
menyayangimu.. appa..” Woohyun mengecup lembut dahi Appa. Kemudian, ia berdiri
dan mengusap air matanya. Ia melihatku yang ada didepannya.


“Woohyun.. umma dan appa kita sudah bercerai semenjak
sebulan yang lalu” kataku memberitahu Woohyun. Woohyun terkejut mendengar
ucapanku.

“mwo?”


“sebenarnya aku jujur tentang kehamilanku sebulan yang
lalu.. sebelum itu Appa mendengar cerita dariku kalau dulu kau dan aku adalah
sepasang kekasih.. ia iba mendengar ceritaku, dengan sangat keras ia berpikir
akhirnya ia memutuskan untuk menceraikan ummaku agar kita bisa bersama. Ummaku
menyetujuinya dan mereka berdua merahasiakan ini dari kau dan aku. Sampai umma
ku akhirnya cerita tentang perceraian ini saat appamu meninggal malam hari
kemarin..”  ungkap ku menjelaskan pada
Woohyun.

“tapi.. kenapa..?”


“lalu kemarin itu.. Sungjong masih sangat polos. Ia
menceritakan tentang hubungan kita saat di kamar pada appa dan ummaku. Appa
sangat marah mendengar ceritanya ini.. tapi aku yakin dia juga pasti menyimpan
perasaan menyesal..” kataku menambahkan. Woohyun menahan tangisnya yang
sepertinya sangat dalam. Ia menundukkan kepalanya dan masih bingung soal ini.


“Appa.. dia rela bercerai demi mempersatukan kita?” ujar
Woohyun tidak percaya.


“Woohyun.. seandainya kau berusaha untuk bercerita baik-baik
pada Appamu.. dia pasti akan mengerti.. meski dia terlihat geram tapi aku yakin
dia pasti akan mempertimbangkan ceritamu..” aku berusaha menasihatinya. Woohyun
berjalan pelan dan begitu ujung kaki kami bertemu, ia segera memeluk erat
tubuhku.


“Sunggyu.. aku khilaf.. maafkan aku.. tapi setidaknya.. kita
bisa bersama.. iya kan??? Aku tidak menyesal menodaimu.. “ lirih Woohyun yang
semakin mengeratkan pelukannya. Aku memeluknya dan menangis dalam pelukannya.


“Woohyun.. kau mendapatkan ku dengan cara yang salah tapi..
tidak apa-apa.. aku memaafkanmu.. dan aku yakin appamu akan memaafkanmu juga”
ujarku berusaha menenangkannya. Woohyun masih tenggelam dari rasa
penyesalannya. Tangisannya adalah tangisan antara penyesalan dan kebahagian.
Penyesalan karena sudah mengecewakan Appanya dan kebahagian yang akhirnya ia
bisa memilikiku seutuhnya.. bukan sebagai adik.. tapi sebagai kekasih.



-END-

2 komentar: