FF Yaoi Oneshoot | I'm 16 and I'm pregnant | Woogyu ver
title: I'm 16 and I'm
pregnant
author: @Lyeolate aka
istrinya @seongyeol1991
main cast: WOOGYU
COUPLE
other cast: umma |+
appa + sungjong
genre: mpreg
rated: gak nc nc
bangettt.. lagi ga bisa bikin nc T.T
heppeh redenggg ~~~
hehee
“SSST….” Aku mendengar
suara mendesis kearahku. Aku segera
menoleh kebelakang dan
aku melihat seikat bunga mawar kuning sudah ada
dihadapanku. Aku
segera menyingkirkan bunga itu untuk mengetahui siapa yang
memegang seikat bunga
mawar kuning itu.
“hei! Ini untukmu!”
sesosok namja berambut hitam, mengenakan
seragam sekolah yang
berbeda denganku tersenyum dengan sangat manis lalu ia
segera melempar seikat
bunga mawar kuning itu kearahku dan kemudian ia melesat
pergi dengan sepeda
fixie-nya.
“he. Hei! Siapa kau!”
aku segera memanggilnya, tapi sayang
sekali ia sudah melaju
kencang. Aku mengatupkan bibirku dan melihat heran
kearah seikat mawar
kuning itu.
“mawar kuning? Apa
maksudnya?” tanyaku bingung.
Begitu sampai dirumah,
aku sudah melihat makan siang sudah
terhidang rapi diatas
meja. Aku mencium bau gelagat ummaku yang akhir-akhir ini
menjadi sedikit centil
semenjak kami baru pindah ke seoul.
“apa akan ada yang
datang, umma? Kenapa menu makan siangnya
special sekali?”
tanyaku heran.
“ahh Sunggyu! kau
sudah pulang? Kenapa cepat sekali?
Bukannya kau harus
pulang jam 7 malam?” ummaku tampak heran melihatku pulang
lebih awal.
“umma lupa? Aku sedang
ujian tengah semester..” kataku
mengingatkan.
“ahahaha.. ne.. ne..
umma sekarang sudah ingat.. yah kalau
begitu terpaksa kau
juga harus tahu” kata Umma dengan gaya bicaranya yang
manja. Aku gemas
melihat ummaku yang masih ada jiwa muda diusianya yang sudah
berkepala empat. Aku
mencubit pelan pipi umma dan mengecup pipinya lembut.
“saranghaeyo, umma..”
bisikku dan aku segera pergi
kekamarku.
“tu, tunggu dulu! Kau
bisa bantu ummamu yang cantik ini?”
Tanya ummaku narsis.
Aku memutar bola mataku mendengar kata ‘cantik’ yang ia
sisipkan disela-sela perkataannya.
“apa saja
umma..”
“tolong antarkan kue
kreasi umma mu yang pintar ini ke
keluarga NAM ^^” pinta
Umma. Aku tersenyum dan segera meraih keranjang yang
berisi kue hasil
kreasi dari umma ku yang pintar ini.
“rumah keluarga NAM
dimana?” tanyaku sembari balik lagi ke
dapur. Umma menepuk
jidatnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“tepat didepan rumah
kita.. masa kau tidak lihat tulisan
marga di depan gerbang
rumah itu?”
“mian.. aku tidak
terlalu memperhatikan nama keluarga di
depan rumah kita,
hehe” ungkapku polos.
“yasudah.. kau cepat
pergilah, keburu kue nya tidak hangat
lagi!” usir ibuku, aku
segera melangkahkan kakiku dan melesat ke depan rumah.
Aku berhenti didepan
rumah yang terdapat tulisan nama
keluarga NAM. Rumah
ini lumayan luas dan megah, aku bisa mencium wangi
pengharum ruangan dari
sela-sela jendela yang terbuka sedikit lebar. Mereka
punya taman yang tidak
terlalu terurus, ada cukup banyak bunga-bunga yang layu
juga tumbuhan liar
menjalar di pohon ceri mereka. Aku sedikit kagum dengan
bentuk proposional
rumah yang bercat abu ini. Aku menekan bel rumah sembari
melemparkan
pandanganku mengamati isi pekarangan rumah ini. Aku sedikit
terkejut begitu
melihat ada tanaman mawar kuning.
“ahh.. mawar kuning?”
Cklekk!
Seketika pintu rumah
itu terbuka disaat aku sedang terkejut
karena baru saja
melihat mawar kuning.
“eh?? Kau??” aku
tambah terkejut begitu melihat namja yang
membukakan pintu
adalah namja yang sama dengan namja yang memberikanku mawar
kuning. Namja itu
sedikit tersipu malu.
“ahh.. akhirnya
ketahuan” ungkapnya sedikit malu.
“ke, ketahuan?? Apa
maksudmu?” tanyaku bingung.
“hehe.. lupakan.. oh
iya, kau mau apa kesini?” tanyanya
balik sambil
tersenyum.
“ini.. kami baru
pindahan dari Cheondong lima hari yang
lalu. Ummaku
membuatkan kue ini untuk keluarga Nam” jawabku yang masih
menyimpan rasa
penasaran pada namja ini.
“ummamu baik sekali..
terima kasih” kata namja itu sambil
berlalu. Ia hendak
menutup pintu rumahnya tapi dengan cekatan aku menahan pintu
rumahnya.
“hei! Kau tidak sopan
sekali!” kataku sedikit tidak terima
karena dia tidak
menghargai tamu yang datang kerumahnya. Bayangkan saja tamu
tidak dipersilahkan
masuk kedalam rumah?? Menyebalkan!
“memangnya kau mau apa
lagi, hehe..” tanyanya sambil
cekikikan.
“aku mau Tanya! Kenapa
kau memberikanku mawar kuning?” aku
sedikit membentak
padanya, karena dia seperti berusaha meledekku.
“karena aku tidak
punya mawar merah.. hehe” sahutnya singkat
sambil tertawa kecil
lagi.
“kau tahu? Mawar
kuning itu simbol hadiah untuk seorang
nenek yang sedang
sakit parah! Sedangkan aku masih 16 tahun dan aku sedang
tidak sakit! Kalau kau
tahu arti dari memberi seikat mawar kuning itu artinya
kau menghinaku!” tekas
ku sambil berlalu dan segera pergi dari hadapan namja
yang suka cengengesan
itu.
“ehh!! Tunggu! Jangan
marah! Bukan itu maksudku!” teriak
namja itu. Aku tidak
acuh dengan teriakannya dan aku tetap pergi dari rumah
namja itu!
Esoknya, seperti biasa
aku pulang lebih awal karena sedang
ujian tengah semester.
Pindah sekolah di bulan musim ujian sangat merepotkan
dan itu membuatku
susah untuk bergaul. Jadi, sampai saat ini aku masih sendiri
belum punya teman
dekat untuk bisa diajak pulang bersama.
Saat mau memutari
blok. Aku melewati taman kota yang
dilengkapi dengan
danau mati alias bendungan. Saat itu taman sedang sangat sepi
dan aku hanya melihat
diriku dengan bayanganku saja yang berada di taman kota
itu.
“hei namja cantik!”
tiba-tiba terdengar suara namja yang aku
kenal. Aku menoleh
kebelakang dan melihat namja yang tinggal di rumah keluarga
NAM itu.
“aish! Kau!” umpatku
kesal. Namja itu mengendarai sepeda fixinya
mendekat kearahku. Aku
sedikit risih dan berusaha menghindar darinya.
“hei.. kau marah
padaku gara-gara mawar kuning?” Tanya namja
itu menunjukkan wajah
sedihnya.
“apa sih.. sok kenal!”
kataku risih berusaha mempercepat
langkahku.
“sok kenal? Makanya
kemarin jangan langsung pulang, padahal
aku ingin kenalan
dulu.. huu” ledek namja itu yang masih mengendarai fixinya
menyimbangi jalanku.
“siapa suruh pintunya langsung
ditutup?!” kataku sedikit
sewot.
“wah.. kau marah juga
gara-gara pintu itu? Jeongmal mianhae!!”
seru namja itu manis.
“lihat.. aku bawa
sesuatu untukmu..” namja itu membuka kain
yang menutup sesuatu
dibelakangnya. Dan ternyata itu adalah mawar merah. Dengan
sumringah ia
memberikan mawar merah itu dengan penuh percaya diri padaku.
“mwo??”
“kau bilang mawar
kuning untuk nenek-nenek yang sedang sakit
parah, kan? Sekarang
aku berikan mawar merah.. simbol hadiah untuk seseorang
yang sangat dicintai
meski baru kenalan” ungkapnya tersenyum. Ia menghentikan
fixinya karena aku
juga sedang terpaku diam mencerna kata-katanya.
“seseorang yang
dicintai meski baru kenalan?” tanyaku
memastikan
kata-katanya. Ia mengangguk.
“ne.. aku tahu kau
semenjak kau pindah ke depan rumah ku..
apa kau lupa kalau
appaku membantu kalian membereskan barang-barang?” katanya
berusaha membuka
memoriku. Aku tertegun mengingat-ingat orang-orang yang
membantuku pindahan.
“ahh.. jadi laki-laki
paruh baya yang mengenakan kaos coklat
itu adalah appamu?
Tapi kau tidak ada disana” ujarku yang sudah mulai ingat.
“waktu itu aku sedang
mengalami patah tulang ditangan, jadi
aku tidak ikut
membantumu.. hehe, aku cuman mengamatimu yang sedang mengangkat
barang-barang yang
berat dari beranda.. sungguh ekspresi wajahmu lucu sekali!
Haha” katanya bahagia.
Aku mengatupkan bibirku mendengar ucapannya.
“teruslah begitu aku
menyukainya.. hei, butuh tumpangan
untuk pulang?” tawar
namja itu padaku. Aku segera naik sepeda itu tanpa
basa-basi. Jujur aku
capek sekali jalan dari tadi.. haha
Namja itu mengayuh
kuat sepeda fixie nya karena kali ini ia
membawa beban lebih
yaitu aku. Aku melingkarkan tanganku dipinggangnya. Tanpa
sadar, namja itu
memegangi tanganku yang sedang melingkar dipinggangnya.
“hei.. siapa namamu?”
“Woohyun.. Nam
Woohyun..”
Setelah selesai
melewati ujian tengah semester ini, aku memutuskan
untuk melakukan
hubungan yang lebih jauh dengan Woohyun. Dua bulan menjadi
pacarnya membuatku
tahu sedikit demi sedikit tentang latar belakangnya. Ia
banyak cerita soal
appanya yang jarang berkomunikasi dengannya juga dengan
adiknya. Ia bahkan
tidak pernah menceritakan tentang dirinya kepada appanya
karena appa nya yang
begitu sibuk dengan pekerjaannya. Itulah mengapa ia
bergaul ditempat
clubbing, dan juga lingkungan geng. Woohyun menjadi tidak dekat dengan
ayahnya
semenjak umma Woohyun
meninggal saat melahirkan adiknya. Dan Alasan mengapa ia
memakai sepeda fixie
adalah karena ia menjual mobil Porsche nya untuk kabur
dari rumah. Kabur dari
rumah sering Woohyun lakukan lantaran kemauan appanya
sangat bertolak
belakang dengan Woohyun. Woohyun merasa tidak dianggap sebagai
anak karena appanya
yang menuntut berat untuk meneruskan perusahaan mereka.
Tapi kali ini Woohyun
tidak mau lagi kabur dari rumah, ia bilang ia tidak akan
meninggalkan AKU
atupun adikknya yang masih duduk di sekolah dasar.
“Umma akan menikah?”
tanyaku sedikit terperanjat. Umma
mengangguk sambil
meneguk lembut teh hijau kesukaannya.
“ne.. kau pasti rindu
punya appa..” jawab umma.
“haha.. tentu saja!
Aku ingin melihat umma bahagia seperti
dulu lagi… lebih
menjaga penampilan.. hehe” kataku sedikit terkekeh. Umma
mengerti maksud dari
perkataanku.
“umma memakai baju
sexy ini untuk memancarkan kharisma umma
lagi tahu! Umma tidak
mau hidup melajang sampai mati.. umma sedang berusaha
keras menarik namja
yang mapan untuk dijadikan sebagai appamu!” ketusnya
sedikit berkecil hati.
Aku merasa bersalah menilainya tadi.
“mianhae.. umma.. aku
sangat mendukung niat umma untuk
menikah.. hehe.. kalau
begitu segeralah menikah!”
“hmm… Sunggyu sayang,
apa kau mau tahu siapa calon
appamu..hmm?” tanyanya
dengan nada genitnya. Aku mendekatkan wajahku kewajah
ummaku, seakan-akan
calon appaku adalah rahasia besar jika terungkap sekarang.
“ne.. ne..” jawabku
penuh semangat.
“namanya Hwarang…”
bisik ummaku
“ah..Hwarang?? Apa
nama marganya?” tanyaku penuh paksa.
“Nam.. Nam Hwarang”
JDEERR
“Nam? “
“YA.. dia adalah Nam
Hwarang yang rumahnya tepat didepan
rumah kita”
Aku seolah-olah merasa
tubuhku dihempaskan ke batu karang
oleh ribuan gelombang
tsunami. Lututku lemas, bibirku kelu, dan mataku
berbinar. Beberapa
kali mataku berkedip tak karuan. Aku menundukkan kepalaku
untuk menyembunyikan
ekspresi malapetaka ini dari ummaku yang sangat aku
sayangi.
Aku bisa saja segera
berteriak kepada ummaku untuk
membatalkan pernikahan
ini. Tapi, dia adalah ummaku yang merindukan hidup
berdampingan dengan
pasangan hidupnya. Aku tidak bisa menahan kemaunya untuk
menikah lagi! Punya
hak apa aku? Aku bingung! Namja yang akan umma nikahi
adalah appa dari
pacarku sendiri, NAM WOOHYUN.
Hari-H sudah tiba. Aku
harus menghapus nama marga KIM-ku
karena 10 menit lagi
aku akan menjadi adik WOOHYUN.
“NAM SUNGGYU?
Terdengar gila..” batinku memberontak.
“Jung Miram.. apakah
kau menerima Nam Hwarang menjadi
pendamping hidupmu
sampai akhir hayatmu..”
Suara pendeta di
pernikahan membuatku gila! Aku muak dan
ingin keluar dari
pernikahan ini. Yang paling menyakitkan adalah wajah Woohyun
yang sudah sangat
pucat dan juga enggan menegakkan kepalanya dari tadi.
“aku ingin selamanya
namaku menjadi KIM SUNGGYU.. bukan NAM
SUNGGYU”
Keadaan begitu kacau,
kami makan diam-diaman di meja makan
yang muat dengan enam
orang itu. Ummaku masih canggung dan begitujuga aku dan
WOOHYUN. Adik Woohyun
tampak santai menyantap hidangannya.
“Sunggyu.. mulai
sekarang terbiasalah dengan marga NAM.
Sekarang namamu sudah
resmi menjadi NAM SUNGGYU” ujar appa Woohyun. Aku hanya
mengangguk lemah
mendengar perkataannya.
“Nam Sunggyu tolong
ambilkan tissue disebelahmu” pinta
ummaku yang sedang
membiasakan dirinya dengan nama margaku yang baru. Aku
merasa tidak enak
dengan nama marga itu. Woohyun yang dari tadi diam segera
bangkit dari duduknya
dan mendorong keras mangkuk nasinya hingga terdengar
suara berisik.
“Nam Woohyun!
Apa-apaan kau!” bentak appa yang terlihat
geram dengan tingkah
Woohyun. Woohyun cuek dan segera pergi kekamarnya.
“Jung Miram.. Nam
Sunggyu.. maafkan ulah Woohyun.. dia
memang selalu begitu”
kata appa berusaha membuat kami maklum.
“tidak apa-apa.. dan..
aku mohon panggil kami dengan
sewajarnya, jadi
terdengar agak canggung saat nama kami dipanggil selengkap
itu.. hehe” kata
ummaku yang masih tersipu sejak pernikahan tadi. Appa
mengangguk dan
tersenyum. Malam ini kami hanya makan berempat tanpa Woohyun.
Hidup serumah dengan
Woohyun, yang seharusnya adalah pacarku
kini malah menjadi
kakakku.. membuatku tidak betah sama sekali. Kami tidak
pernah bertegur sapa,
berkomunikasi, ataupun mengucapkan sepatah dua patah. Aku
tidak tahan tiap kali
didekatnya, aku ingin sekali memeluknya sebagai kekasih
bukan sebagai adiknya.
Suatu hari, disaat
rumah sedang sangat sepi karena appa dan
umma pergi untuk
bekerja dan juga adik Woohyun, yaitu Sungjong sedang main ke
rumah temannya. Hanya
ada aku seorang diri yang sedang menonton televisi dengan
bosan. Tiba-tiba
terdengar suara pintu di rumah. Aku segera memeriksa ke depan
untuk melihat siapa
yang dating.
“ah.. Woohyun-hyung”
ujarku canggung begitu melihat Woohyun
yang datang. Wajahnya
terlihat pucat. Ia pasti lelah sekali karena ia habis
latihan tennis.
Woohyun kali ini berani menatapku, ia menunjukkan dahinya yang
memar seperti terkena
lemparan bola tennis.
“wae? Dahimu memar..”
aku yang kahwatir segera meraba
dahinya yang sudah
membiru pucat tanpa memperdulikan status kami.
“appo! Aish!”
rintihnya sambil menepis tanganku. Aku segera
mengambil jarak
darinya, ia sedang sensi sekali.
“ambilkan aku daging
sapi mentah dikulkas.. aku ingin
menekan luka memar ini
dengan daging” ujar Woohyun sembari pergi ke kamarnya.
Aku segera mengmbil
daging sapi mentah sesuai permintaannya dan pergi
kekamarnya.
“ini dagingnya..”
kataku sambil menaruh daging sapi itu di
dahi Woohyun yang
sudah terlentang tak berdaya diatas kasurnya. Tiba-tiba
Woohyun memegang
tanganku yang sedang menekan dahinya dengan daging sapi.
“bogoshippo..” guman
Woohyun. Hatiku terenyuh begitu melihat
air matanya mengalir perlahan
membasahi
pipi hingga lehernya
yang mulus. Aku menahan emosiku begitu melihat
Woohyun yang menangis
semakin menjadi.
“relakan saja
Woohyun-hyung.. relakan aku menjadi adikmu..
jangan kecewakan
appamu” kataku berusaha menenangkannya. Woohyun merampas
daging sapi dari
dahinya dan melemparnya ke arah pintu. Ia bangkit dari tidurnya
dan air wajahnya
berubah menjadi sangat mengerikan.
“kau tahu? Aku sangat
mencintaimu! Aku menahan perasaanku
selama ini! Tapi
dengan mudahnya kau bilang relakan saja?? Kau membela appaku
yang tidak pernah mau
mendengar apa kemauanku? Hah??” ia berteriak kearahku.
Aku seolah-olah mati
dihadapannya. Suaranya membuat bulu kudukku merinding.
“Woohyun-hyung! Ini sudah
terjadi! Kau mau apa?? Membawaku
kabur bersamamu? Lalu
kita menikah??” aku berteriak balik kepadanya. Woohyun
membelalakan matanya.
“ya! Kalau hanya itu
yang bisa aku lakukan pasti akan aku
lakukan! Dan ingat!
Jangan panggil aku dengan embel-embel ‘hyung’! aku ini
bukan kakakmu!” bentak
Woohyun. Aku kesal melihat sikapnya yang kekanak-kanakan
begini. Aku tidak tahu
perkataannya main-main apa tidak tapi aku kurang setuju
kalau dia mau
melanggar kodrat.
“aku tidak mau!” aku
segera pergi keluar dari kamarnya. Tapi
Woohyun cepat-cepat
mengunci pintunya dan menahanku.
“jangan pergi
Sunggyu.. huhuhuhuhuhu.. apa kau tahu aku
tidak berdaya
tanpamu..” mohon Woohyun. Aku berusaha memberontak dan
mendorongnya. Tapi
lagi-lagi Woohyun menahanku. Ia membawaku dengan paksa dan
mendorong tubuhku
dengan keras ke tembok.
“kyaaa!!” aku
berteriak ke Woohyun yang berkali-kali
membenturkan tubuhku
ke tembok. Woohyun tidak peduli, kini ia membawaku ke meja
belajarnya dan
membungkukan tubuhku diatas meja. Aku menangis karena ia
berusaha membuka
celana panjangku.
“Woohyun.. apa yang
akan kau lakukan?”
“kau milikku.. kau
harus jadi milikku” Woohyun menggeser
lembut kaosku dan ia
perlahan-lahan membuka kaos ku. Aku pasrah diperlakukan
begini. Woohyun
buru-buru membuka resleting celananya dan kemudian ia membenarkan
posisi ‘hole’ ku.
“Sunggyu..
saranghae..”
“AHHHHHKKKH~~~” aku
mengerang keras begitu merasa ada suatu
benda yang masuk
dengan paksa ke ‘hole’ ku. Aku meremas kertas disampingku dan
menahan rasa sakit
ini. Woohyun tampak tenang melakukan ini, ia terus
menggoyangkan
pinggulnya bagai ombak untuk terus mendorong juniornya masuk
kedalam holeku.
“ahhhhh..ahhh”
eranganWoohyun yang sexy membuatku
terangsang. Ia
melebarkan selangkanganku agar juniornya bisa lebih masuk
kedalam. Woohyun
tertawa kecil dan mulai mengecup pelan punggungku. Aku menoleh
kan kepalaku dan
berusaha melihat Woohyun yang asyik ‘bermain’ dibelakangku.
Woohyun tidak lupa
untuk mencium bibirku juga. Ia melumat
sela-sela bibirku dan
menghisap kasar bibir bawahku. Aku seperti mimpi
melakukan hal ini
dengan orang yang seharusnya sudah menjadi kakakku.
“Hyung! Apa yang kau
lakukan?” tiba-tiba SUngjong masuk
kedalam dan melihat
aksi kami. Kami begitu panic dan segera memakai baju kami.
“Sungjong! Pergilah!”
usir Woohyun kesal melihat Sungjong
dating.
“kalian sedang apa??”
“kami.. eh.. main
kuda-kudaan.. hhehe” sahutku beralasan.
“kuda-kudaan?? Aku
mau!! Ayolahh!! Boleh kan?”
“tidak.. tidak boleh!
Kau masih kecil! Sudah sana main
saja!” usir Woohyun
sambil mendorong paksa adiknya keluar dari kamar. Woohyun
menatapku dengan malu
begitu juga aku.
“rahasia kan ini..”
guman Woohyun pelan kemudian ia berlalu.
Aku sedikit terkejut
mendengarnya, ia memintaku untuk merahasiakan ini..
haruskah?
beberapa bulan
kmudian...
“kenapa kau tega
menghamilinya??!!??” terdengar suara
nyaring dari ruang tengah
yang membuat seisi rumah tegang. Aku yang daritadi
sembunyi di balik
dinding dapur hanya bisa bungkam tidak berani menghampiri
appaku yang sudah
tampak geram. Aku sesekali mengintip apa yang terjadi. Rumah
sudah sangat
berantakan, perabotan Chinese ware sudah pecah terbelah dan
berserakan mengotori
lantai. Banyak tetesan darah dimana-mana. Ini terjadi semenjak Sungjong
menceritakan
tentang aku dan
Woohyun sedang berhubungan intim didalam kamar pada Umma dan
appaku. Sungjong
terlalu polos untuk menceritakan hal ini.
Aku mengusap air mata
dan keringatku yang terus mengucur
semenjak insiden ini
terjadi tadi pagi. Aku tidak tega melihat wajah
Woohyun-hyung penuh
dengan darah di keningnya ulah benturan yang appa berikan.
Dia adalah kakak yang
sangat aku sayangi dan aku tidak menyesal ia
menghamiliku.
Lagipula.. dulu dia bukan kakakku.
“dia adikkmu!” Appa
melempar guci bermotif naga kea rah
Woohyun-hyung lagi.
Woohyun-hyung tampak menahan rasa sakit karena ini sudah ke
sekian puluh kalinya
ia dipukuli oleh appa.
“… bisakah kau
berhenti memukulku? Melempariku? Atau
berusaha membunuhku?
Kenapa kau tidak mau mendengarkan penjelasanku?!”
Woohyun-hyung mulai
membuka mulutnya yang semenjak tadi enggan untuk bicara.
Appa tampak tidak acuh
dengan perkataan Woohyun-hyung.
“untuk apa kau
jelaskan! Sudah sangat jelas Adikmu, SUNGGYU
hamil karena kau! Apa
kau tidak waras??”
“dia dulu bukan
adikku! Sampai saat ini aku juga tidak
menganggapnya sebagai
adikku! Kami beda darah! Kau saja yang tidak pernah
peduli akan hal itu!”
teriak Woohyun-hyung lantang.
Aku menangis
sejadi-jadinya. Hatiku begitu sakit saat
mendengar pernyataan
Woohyun. Ya, sampai saat ini meskipun kami sudah menjadi
kakak-adik tapi darah
kami tetap beda. Itulah mengapa aku tidak menyesali
kehamilan ini.
“Woohyun..” terdengar
rintihan ummaku yang masih memeluk
adikku, Sungjong di
tangga. Ia sudah tidak kuat melihat anak TIRI-nya babak
belur ulah appa
kandungnya sendiri.
“aku dan Sunggyu dulu
saling menyukai sebelum pernikahan
sialan ini terjadi!
Kami adalah sepasang kekasih!” ungkap Woohyun-hyung.
“kenapa kau tidak
cerita? Hah! Kenapa kau tidak cerita?”
Tanya Appa geram.
“kau terlalu asyik
dengan dunia mu sendiri! Kau pikir aku
dan Sungjong bahagia
punya Appa secuek dirimu? Mana mau kau mendengar sepatah
cerita dariku??”
Appa tampak diam
mendengar ucapan anak sulungnya itu.
Terdengar suara Appa
menjatuhkan diri diatas sofa dan kemudian ia memijat kasar
keningnya. Matanya
tampak berkaca-kaca, ia sudah terlalu lelah karena sudah
memukuli anak
sulungnya semenjak pagi
tadi.
Woohyun-hyung
menghapus bercak darah di keningnya dan juga
dagunya. Ia menatap
tajam mata appanya dan kemudian ia pergi menuju pintu
rumah.
“mau kemana..
Woohyun..?” Tanya umma cemas.
“bukan urusanmu..”
jawab Woohyun-hyung singkat dan kemudian
ia membanting pintu
sekeras mungkin hingga membuatku sedikit tersentak.
Aku keluar dari tempat
persembunyianku dan melihat appa
sedang menangs kencang
diatas sofa. Umma tidak bisa melakukan apa-apa karena ia
juga masih shock. Aku
terdiam dan menatapi mereka berdua bergantian. Mungkin,
berbicara bukan ide
yang bagus sekarang. Keadaan sedang sangat kacau.
“Sunggyu.. apa kau
mencintai Woohyun?” Tanya Appa-ku
tiba-tiba.
“ne..” jawabku lirih
“apa kalian
benar-benar sepasang kekasih… sebelum
pernikahanku dengan
ibumu?” Tanyanya lagi. Aku mengangguk lemah.
“bahkan ia sudah
berjanji menikahiku..”
Appa terdiam. Terlihat
jelas air mata jatuh dari pelupuk
matanya.
“aku ayah yang jahat..
aku jahat karena tidak dekat dengan
anak-anakku.. aku
hanya butuh waktu semenjak ibu Woohyun meninggal.. huhuhuhu..
mianhae Woohyun..
hu..hu…hu..… kembalilah jangan kabur lagi…. Appa mu ini
kesepian.. jika kau
terus ada dirumah mungkin appamu ini tidak akan menikah
lagi.. hu..hu..hu..”
tangis appa dalam pelukan ummaku yang sudah sedari tadi
menghampiri appa. Aku
ikut terisak mendengar pernyataan Appa. Umma melihat
kearahku sambil
melinangkan air matanya dimatanya yang indah.
“Sunggyu.. terima
kasih untuk terus mengalah padaku,
sekarang giliran umma
yang mengalah..” ujar ibu penuh isak.
“kami akan
membiarkanmu hidup bersama dengan Woohyun.. kami
tidak keberatan..”
ungkap umma dengan berat hati. Aku terperanjat mendengar
ucapan umma.
“umma.. maksudmu..”
“ne… umma tidak mau
punya cucu yang tanpa ayah. Kau masih
sangat belia untuk
merasakan hidup sendiri tanpa seorang suami. Kau tidak boleh
seperti umma mu..”
ujar Umma mengelus pelan pipiku yang duduk disebelah appa.
Aku mengangguk
mengerti.
“hmmphh!! Hmmphh!!”
tiba-tiba Appa kejang, ia meremas
dadanya sambil
mengeluarkan suara aneh dari mulutnya.
“yeobo! Kau kenapa?”
panik umma.
“terserang penyakit
jantung! Appa punya penyakit jantung!”
tekas Sungjong
tiba-tiba.
“ba.. bagaimana ini??
Sunggyu cepat panggil ambulans!”
perintah Umma. Aku
segera melesit meraih telepon tetapi tampaknya terlambat.
Appa berhenti
mengejang dengan mata beliau masih terbuka. Tubuhnya kaku dan
genggaman tanggannya
terasa sangat dingin bagai es. Kami semua menjerit
histeris mengetahui
kenyataan kalau appa sudah tiada.. secepat ini.. setelah
Woohyun pergi dari
rumah.
Jasad appa sudah
tertidur rapih didalam peti mati. Sebentar
lagi proses kremasi
akan dilakukan. Rencananya abu beliau akan disebar di laut
dekat kota
kelahirannya. Kami yang diwarnai penuh duka masih belum melihat
Woohyun datang. Pesan
sudah kukirim berkali-kali kepadanya, tapi ia tidak
membalas satupun pesan
dariku. Kemana ia? Seharusnya ia datang, ini adalah
pertemuannya yang
terkakhir dengan appanya.
“Woohyun-hyung!”
Sungjong berteriak begitu melihat Woohyun
sedang berdiri didekat
gerbang. Ia tampak ragu-ragu untuk masuk. Kemudian ia
terlihat sedang
mengatur nafas dan masuk kedalam ruangan.
Woohyun berjalan
menuju peti mati, menatap appanya untuk
terakhir kali. Aku
melihat butiran-butiran air mata melinang dipelupuk matanya.
Ia sedih sekali.
“appa.. terima kasih..
terima kasih untuk memarahiku
kemarin.. sekarang
yang kudapat adalah penyesalan dan juga .. aku sadar kalau
aku sangat menyesal..
seharusnya aku sadar aku sangat menyayangimu.. maafkan
aku.. aku sudah
berkesan buruk padamu.. tapi detik ini juga aku tetap
menyayangimu.. appa..”
Woohyun mengecup lembut dahi Appa. Kemudian, ia berdiri
dan mengusap air
matanya. Ia melihatku yang ada didepannya.
“Woohyun.. umma dan
appa kita sudah bercerai semenjak
sebulan yang lalu”
kataku memberitahu Woohyun. Woohyun terkejut mendengar
ucapanku.
“mwo?”
“sebenarnya aku jujur
tentang kehamilanku sebulan yang
lalu.. sebelum itu
Appa mendengar cerita dariku kalau dulu kau dan aku adalah
sepasang kekasih.. ia
iba mendengar ceritaku, dengan sangat keras ia berpikir
akhirnya ia memutuskan
untuk menceraikan ummaku agar kita bisa bersama. Ummaku
menyetujuinya dan
mereka berdua merahasiakan ini dari kau dan aku. Sampai umma
ku akhirnya cerita
tentang perceraian ini saat appamu meninggal malam hari
kemarin..”
ungkap ku menjelaskan pada
Woohyun.
“tapi.. kenapa..?”
“lalu kemarin itu..
Sungjong masih sangat polos. Ia
menceritakan tentang
hubungan kita saat di kamar pada appa dan ummaku. Appa
sangat marah mendengar
ceritanya ini.. tapi aku yakin dia juga pasti menyimpan
perasaan menyesal..”
kataku menambahkan. Woohyun menahan tangisnya yang
sepertinya sangat
dalam. Ia menundukkan kepalanya dan masih bingung soal ini.
“Appa.. dia rela
bercerai demi mempersatukan kita?” ujar
Woohyun tidak percaya.
“Woohyun.. seandainya
kau berusaha untuk bercerita baik-baik
pada Appamu.. dia
pasti akan mengerti.. meski dia terlihat geram tapi aku yakin
dia pasti akan
mempertimbangkan ceritamu..” aku berusaha menasihatinya. Woohyun
berjalan pelan dan
begitu ujung kaki kami bertemu, ia segera memeluk erat
tubuhku.
“Sunggyu.. aku
khilaf.. maafkan aku.. tapi setidaknya.. kita
bisa bersama.. iya
kan??? Aku tidak menyesal menodaimu.. “ lirih Woohyun yang
semakin mengeratkan
pelukannya. Aku memeluknya dan menangis dalam pelukannya.
“Woohyun.. kau
mendapatkan ku dengan cara yang salah tapi..
tidak apa-apa.. aku
memaafkanmu.. dan aku yakin appamu akan memaafkanmu juga”
ujarku berusaha
menenangkannya. Woohyun masih tenggelam dari rasa
penyesalannya.
Tangisannya adalah tangisan antara penyesalan dan kebahagian.
Penyesalan karena
sudah mengecewakan Appanya dan kebahagian yang akhirnya ia
bisa memilikiku
seutuhnya.. bukan sebagai adik.. tapi sebagai kekasih.
-END-
huhuhu.............. sedih amat... :'( GOOD! how about sequel thor???
BalasHapusAku setuju ada sequel :')
Hapus